Hilangnya
Keadilan Sebagai Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, begitulah bunyi sila kelima Pancasila.
Sila yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia. Keadilan di Indonesia
memang masih sulit diwujudkan. Banyak kasus ketidak adilan dialami warga negara
Indonesia di dalam negaranya sendiri yang notabene merupakan negara hukum.
Berikut salah satu contoh kasus dimana keadilan menjadi satu hal yang sangat
samar yang diambil dari harian terkemuka Indonesia:
Sandal Jepit Menjepit Keadilan Sosial
Perbuatan
mencuri memang tidak baik dan diperkenankan dalam banyak norma sosial dan
budaya. Cilakanya ini menimpa pada anak-anak yang masih harus dilindungi dan
tidak bisa dikriminalkan (sebisanya). Kriteria anak pun menurut
konvensi-konvensi yang ada yaitu seseorang yang berumur di bawah 18 tahun.
Semoga saja masih ada hati nurani dalam hukum di negeri kita.
Kasus
sandal jepit ini bermula Mei lalu saat Briptu Ahmad Rusdi Harahap, anggota
Brimob Polda Sulteng, mengaku kehilangan sandal merek Eiger di rumah kostnya di
jalan Zebra. Saat itu, Briptu Rusdi menuduh AAL yang kebetulan lewat saat dia
mencari sandalnya. AAL ketika itu masih pelajar SMP.
Atas
tuduhan ini, AAL mengelak, tapi Briptu Rusdi tetap menuduh bahkan memanggil
rekannya di bagian Reserse Kriminal Khusus Polda Sulteng Briptu Simson J
Sipayang untuk ikut mengionterogasi. Karena AAL terus mengelak, keduanya lalu
memukul AAL.
Tak
tahan dipukuli, AAL kemudian mengaku pernah menemukan sandal jepit merek Ando
sekitar 25 km dari kamar kos Briptu Rusdi. Entah mengapa, sandal jepit ini yang
kemudian digunakan Briptu Rusdi untuk menyeret AAL ke pengadilan.
Di
pengadilan pun terjadi dialog agak aneh saat hakim maupun pengacara menanya
Briptu Rusdi dari mana dia yakin bahwa sandal jepit tersebur miliknya. Saat itu
Briptu Rusdi menjawab ada kontak batin. Saat hakim meminta Briptu Rusdi mencoba
sandal tersebut, tampak jelas sandal itu kekecilan untuk kaki Briptu Rusdi yang
besar.
Atas
kejadian pemukulan anaknya , Ebert Nicolas Lagaronda ayah AAL kemudian
melaporkan Briptu Rusdi dan Briptu Simson ke Divisi Propam Polda Sulteng.
Briptu Rusdi sempat meminta laporan ini dicabut, tapi orang tua AAL tetap
meneruskan laporannya, berikut bukti visum.
Untuk
kasus penganiayaan ini, Briptu Simson telah dijatuhi hukuman kurungan 21 hari
dan penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun dalam sidang Kode Etik dan
Disiplin yang digelar Divisi Propam Polda Sulteng, Rabu (28/12/2011). Adapun
Briptu Rusdi masih menjalani sidang disiplin.
Rencananya,
pengacara AAL juga akan memerkarakan Briptu Rusdi ke pengadilan umum untuk
kasus penganiayaan anak dibawah umur. "Bukti visumnya ada, dan putusan
dari majelis kode etik juga sudah ada. Jadi kami siap memperkarakan
penganiayaan ini," kata Syahrir Zakaria, salah seorang pengacara
AAL.
Sumber:
Kompas.com
Komentar
Posting Komentar